KOMPAS.com. Sebastian Gunawan termasuk perancang
yang sangat cermat dalam menonjolkan keindahan perempuan. Hasil
rancangannya selalu mampu melukiskan sisi feminin, elegan, dan tentunya
gaya perempuan, yang diwujudkan dalam koleksi busana yang mewah dan
berkelas.
Club Dahlia, koleksi busana terbaru yang dipamerkan dalam peragaan tahunan 2013 untuk first line-nya, Sebastian Gunawan, juga menampilkan feminitas dan keeleganan tersebut. Sebanyak 90 busana cocktail
dan gaun malam, serta enam gaun pengantin dari label SebastianSposa,
dirancang untuk menggambarkan bagaimana perempuan dengan karakternya
yang beragam mencoba bersosialisasi dengan lingkungannya.
Konsep ini lalu diadaptasi
menjadi suatu skenario perkumpulan perempuan di masa sekarang yang
terjadi secara spontan. Ada perubahan karakter yang membedakan perempuan
era sekarang dengan era '40-an. Jika dahulu Club Dahlia beranggotakan
ibu rumah tangga atau istri-istri pendamping suami, seiring berjalannya
waktu "Club Dahlia" ini beranggotakan para perempuan karier yang percaya
diri dan mandiri. Mereka saling bersosialisasi kapan saja mereka mau,
untuk memberdayakan diri atau sekadar bersenang-senang.
"Perempuan
sekarang ini bukan cuma ibu rumah tangga, tetapi juga wanita karier
yang punya kehidupan sendiri. Dalam sosialisasi tersebut akan terlihat
beragam jenis wanita, ada yang pemalu, agresif, feminin.... Namun di
balik semua karakter itu, akan tersimpan suatu rahasia. Meskipun mereka
perempuan yang kuat dan percaya diri, akhirnya mereka menyadari bahwa
mereka tidak bisa melupakan jati dirinya. Mereka kembali menjadi wanita,
yang membutuhkan pria," papar Seba, begitu perancang ini biasa disapa,
saat bincang-bincang bersama media menjelang show-nya di Hotel Mulia, Senayan, Selasa (16/10/2012) lalu.
Perubahan
diri perempuan yang dimaksud Seba tampak dalam empat sekuens yang
ditampilkannya. Sekuens pertama memperlihatkan kepolosan seorang
perempuan, yang diterjemahkan dalam busana-busana yang serba simpel
namun tetap menonjolkan keindahan tubuh perempuan. Warna-warna yang
digunakan pun cenderung pastel, seperti kuning, biru, atau putih, yang
berkesan manis.
Seba menampilkan beragam siluet, dari celana panjang, gaun panjang,
gaun pendek, rok bervolume, rok yang ngepas badan, atasan berpundak
lebar atau pun tanpa pundak, gaun asimetris, gaun bertali, cape, juga empire waisted dress.
Namun
perancang yang berpartner dengan sang istri, Christina Panarese ini,
banyak mengubah siluet pada busananya. Misalnya, dari yang semula
cenderung bulat menjadi kotak. Yang polos menjadi lebih agresif, yang
terkesan vulgar menjadi lebih elegan. Siluet peplum, yang umumnya berada
di bawah pinggang, kali ini ditampilkannya di bawah dada.
Pada sekuens kedua, karakter perempuan yang ditampilkan terlihat semakin berkembang. Sisi innocent
perempuan berpadu dengan gaya yang lebih glamor. Hal ini terlihat dari
padu-padannya yang bertentangan, antara yang lembut pada atasan dan yang
agresif pada bawahannya. Padu-padan yang mismatched dibuat
untuk menggambarkan friksi antara perempuan yang satu dengan yang lain.
Celana tiga perempat, misalnya, ia padukan dengan atasan yang mengembang
di bagian pinggang, atau terusan dengan bulu-bulu di area paha.
Beragamnya bahan dan permainan detail yang digunakan melambangkan
interaksi beragam kepribadian dalam perkumpulan tersebut. Warna-warnanya
pun menjadi lebih kuat dan ceria, seperti merah, koral, atau turquoise. Namun semakin lama, kepolosan mereka berubah menjadi lebih kuat dan matang, sehingga pada sekuens berikutnya warna-warna silver, gold, abu-abu, dan hitam-putih mendominasi. Warna-warna ini mewakili sisi baik dan buruk dari setiap orang.
Meski
begitu, Seba tetap mempertahankan sisi feminin dari perempuan. Hal itu
terlihat dari banyaknya detail bunga yang digunakan, baik dalam bentuk
motif print, aplikasi, atau variasi bahan.
Pada sekuens ketiga ini, koleksinya tampak lebih dramatis. Busana
sehari-harinya pun terlihat cukup menonjol, seperti atasan bergaya baby doll
yang feminin, dipadukan dengan celana hitam berkaki lebar. Seba juga
masih menggunakan unsur draperi dalam beberapa busananya. Berbagai
elemen pada busana tersebut memperlihatkan teknik menggantung atau
menekuk, seperti pada punggung, pinggul, atau pundak.
Pertentangan kepribadian para perempuan masih ditunjukkan dalam bentuk tabrak motif maupun tabrak materi. Contohnya, bahan brocade yang dipadukan damask, atau bahan tulle yang dikombinasikan dengan payet.
Sekuens terakhir memamerkan enam gaun pengantin, yang mewakili kepasrahan perempuan akan jati dirinya. Itulah ketika mereka menerima kenyataan bahwa mereka tetaplah membutuhkan pendamping hidup. Rancangan gaunnya cenderung klasik, dengan siluet dome shape, ballgown, atau duyung. Hanya saja, Seba menambahkan permainan bahan dan aplikasi yang lebih rumit untuk memenuhi keinginan para perempuan untuk tampil lebih berani.
Sekuens terakhir memamerkan enam gaun pengantin, yang mewakili kepasrahan perempuan akan jati dirinya. Itulah ketika mereka menerima kenyataan bahwa mereka tetaplah membutuhkan pendamping hidup. Rancangan gaunnya cenderung klasik, dengan siluet dome shape, ballgown, atau duyung. Hanya saja, Seba menambahkan permainan bahan dan aplikasi yang lebih rumit untuk memenuhi keinginan para perempuan untuk tampil lebih berani.
Bahan yang digunakannya antara lain brocade, lace, tulle, organdi, shantung, dan duchess. Ada yang bahannya dibuat bordiran payet, ada yang digambar lalu disusun dengan manik-manik dan batu-batuan menjadi jewelled dress, ada pula yang menggunakan bahan brocade yang dihasilkan dari bordiran.
"Perempuan sekarang itu begitu variatif dan begitu berani. Secara pribadi, saya suka memberikan pilihan. Saya merancang busana dengan mengamati customer-customer saya yang sebenarnya," ujar Seba.
"Perempuan sekarang itu begitu variatif dan begitu berani. Secara pribadi, saya suka memberikan pilihan. Saya merancang busana dengan mengamati customer-customer saya yang sebenarnya," ujar Seba.
Bahkan ketika berpasrah dalam menjalani kodratnya sebagai pendamping pria pun, perempuan ingin tetap mempunyai pilihan...
FOTO-FOTO: KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO
Editor | : Dini |
No comments:
Post a Comment