Sunday, October 21, 2012

Drama Kehidupan Perempuan ala Sebastian Gunawan

KOMPAS.com. Sebastian Gunawan termasuk perancang yang sangat cermat dalam menonjolkan keindahan perempuan. Hasil rancangannya selalu mampu melukiskan sisi feminin, elegan, dan tentunya gaya perempuan, yang diwujudkan dalam koleksi busana yang mewah dan berkelas.

Club Dahlia, koleksi busana terbaru yang dipamerkan dalam peragaan tahunan 2013 untuk first line-nya, Sebastian Gunawan, juga menampilkan feminitas dan keeleganan tersebut. Sebanyak 90 busana cocktail dan gaun malam, serta enam gaun pengantin dari label SebastianSposa, dirancang untuk menggambarkan bagaimana perempuan dengan karakternya yang beragam mencoba bersosialisasi dengan lingkungannya.

Club Dahlia itu sendiri terinspirasi dari perkumpulan para perempuan di Florida, Amerika Serikat, yang terjadi pada tahun 1940-an. Mereka bertemu secara berkala untuk mengadakan tea time, sembari membicarakan kehidupan rumah tangga. Mereka berdandan dengan cantik dan elegan, yang merepresentasikan bunga dahlia atau perempuan cantik itu sendiri.

Konsep ini lalu diadaptasi menjadi suatu skenario perkumpulan perempuan di masa sekarang yang terjadi secara spontan. Ada perubahan karakter yang membedakan perempuan era sekarang dengan era '40-an. Jika dahulu Club Dahlia beranggotakan ibu rumah tangga atau istri-istri pendamping suami, seiring berjalannya waktu "Club Dahlia" ini beranggotakan para perempuan karier yang percaya diri dan mandiri. Mereka saling bersosialisasi kapan saja mereka mau, untuk memberdayakan diri atau sekadar bersenang-senang.

"Perempuan sekarang ini bukan cuma ibu rumah tangga, tetapi juga wanita karier yang punya kehidupan sendiri. Dalam sosialisasi tersebut akan terlihat beragam jenis wanita, ada yang pemalu, agresif, feminin.... Namun di balik semua karakter itu, akan tersimpan suatu rahasia. Meskipun mereka perempuan yang kuat dan percaya diri, akhirnya mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa melupakan jati dirinya. Mereka kembali menjadi wanita, yang membutuhkan pria," papar Seba, begitu perancang ini biasa disapa, saat bincang-bincang bersama media menjelang show-nya di Hotel Mulia, Senayan, Selasa (16/10/2012) lalu.

Perubahan diri perempuan yang dimaksud Seba tampak dalam empat sekuens yang ditampilkannya. Sekuens pertama memperlihatkan kepolosan seorang perempuan, yang diterjemahkan dalam busana-busana yang serba simpel namun tetap menonjolkan keindahan tubuh perempuan. Warna-warna yang digunakan pun cenderung pastel, seperti kuning, biru, atau putih, yang berkesan manis.

Seba menampilkan beragam siluet, dari celana panjang, gaun panjang, gaun pendek, rok bervolume, rok yang ngepas badan, atasan berpundak lebar atau pun tanpa pundak, gaun asimetris, gaun bertali, cape, juga empire waisted dress.

Namun perancang yang berpartner dengan sang istri, Christina Panarese ini, banyak mengubah siluet pada busananya. Misalnya, dari yang semula cenderung bulat menjadi kotak. Yang polos menjadi lebih agresif, yang terkesan vulgar menjadi lebih elegan. Siluet peplum, yang umumnya berada di bawah pinggang, kali ini ditampilkannya di bawah dada.

Pada sekuens kedua, karakter perempuan yang ditampilkan terlihat semakin berkembang. Sisi innocent perempuan berpadu dengan gaya yang lebih glamor. Hal ini terlihat dari padu-padannya yang bertentangan, antara yang lembut pada atasan dan yang agresif pada bawahannya. Padu-padan yang mismatched dibuat untuk menggambarkan friksi antara perempuan yang satu dengan yang lain. Celana tiga perempat, misalnya, ia padukan dengan atasan yang mengembang di bagian pinggang, atau terusan dengan bulu-bulu di area paha.

Beragamnya bahan dan permainan detail yang digunakan melambangkan interaksi beragam kepribadian dalam perkumpulan tersebut. Warna-warnanya pun menjadi lebih kuat dan ceria, seperti merah, koral, atau turquoise. Namun semakin lama, kepolosan mereka berubah menjadi lebih kuat dan matang, sehingga pada sekuens berikutnya warna-warna silver, gold, abu-abu, dan hitam-putih mendominasi. Warna-warna ini mewakili sisi baik dan buruk dari setiap orang.

Meski begitu, Seba tetap mempertahankan sisi feminin dari perempuan. Hal itu terlihat dari banyaknya detail bunga yang digunakan, baik dalam bentuk motif print, aplikasi, atau variasi bahan. 

Pada sekuens ketiga ini, koleksinya tampak lebih dramatis. Busana sehari-harinya pun terlihat cukup menonjol, seperti atasan bergaya baby doll yang feminin, dipadukan dengan celana hitam berkaki lebar. Seba juga masih menggunakan unsur draperi dalam beberapa busananya. Berbagai elemen pada busana tersebut memperlihatkan teknik menggantung atau menekuk, seperti pada punggung, pinggul, atau pundak.

Pertentangan kepribadian para perempuan masih ditunjukkan dalam bentuk tabrak motif maupun tabrak materi. Contohnya, bahan brocade yang dipadukan damask, atau bahan tulle yang dikombinasikan dengan payet.

Sekuens terakhir memamerkan enam gaun pengantin, yang mewakili kepasrahan perempuan akan jati dirinya. Itulah ketika mereka menerima kenyataan bahwa mereka tetaplah membutuhkan pendamping hidup. Rancangan gaunnya cenderung klasik, dengan siluet dome shape, ballgown, atau duyung. Hanya saja, Seba menambahkan permainan bahan dan aplikasi yang lebih rumit untuk memenuhi keinginan para perempuan untuk tampil lebih berani.

Bahan yang digunakannya antara lain brocade, lace, tulle, organdi, shantung, dan duchess. Ada yang bahannya dibuat bordiran payet, ada yang digambar lalu disusun dengan manik-manik dan batu-batuan menjadi jewelled dress, ada pula yang menggunakan bahan brocade yang dihasilkan dari bordiran.
"Perempuan sekarang itu begitu variatif dan begitu berani. Secara pribadi, saya suka memberikan pilihan. Saya merancang busana dengan mengamati customer-customer saya yang sebenarnya," ujar Seba.

Bahkan ketika berpasrah dalam menjalani kodratnya sebagai pendamping pria pun, perempuan ingin tetap mempunyai pilihan...

FOTO-FOTO: KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO
Editor : Dini

No comments:

Post a Comment